PAMEKASAN, NOTICE – Suasana Pondok Pesantren Az-Zubair, Sumber Anyar, Larangan Tokol, Tlanakan, Selasa (14/10/2025), dipenuhi semangat dan sorak kebanggaan. Santri, kiai, dan masyarakat tumpah ruah dalam acara Launching Hari Santri Nasional (HSN) 2025.
Di hadapan ratusan santri yang bersarung dan berpeci rapi, Pj Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pamekasan, KH. Muchlis Nasir, menyampaikan pesan yang menembus hati: perjuangan santri bukan sekadar catatan sejarah, melainkan napas panjang yang terus menghidupkan bangsa hingga hari ini.
“Perjuangan santri terdahulu bukan hanya menjaga Islam Ahlussunnah wal Jamaah, tetapi juga menjaga keutuhan republik ini. Para pejuang yang mempertahankan tanah air adalah para santri,” tegasnya lantang disambut takbir hadirin.
Menurut KH. Muchlis, Indonesia tidak akan pernah lahir tanpa peran pesantren. Sejak masa penjajahan, para ulama dan santri menjadi garda terdepan, bukan hanya dalam pertempuran fisik, tetapi juga dalam menjaga nilai-nilai moral dan spiritual bangsa.
“Sejatinya, jika tidak ada pesantren, maka tidak ada Indonesia. Mereka berjuang tanpa menghapus jasa siapa pun, karena para santri adalah pengikut ulama yang berjibaku mempertahankan republik ini,” ujarnya penuh makna.
Namun, di tengah perkembangan teknologi dan derasnya arus media sosial, pesantren kini menghadapi tantangan baru. Tak jarang lembaga pendidikan Islam tradisional itu menjadi sasaran ujaran negatif, bahkan fitnah di dunia maya.
KH. Muchlis menyerukan agar umat, khususnya kalangan santri dan Nahdliyyin, tidak tinggal diam terhadap narasi yang melemahkan pesantren.
“Akhir-akhir ini, pesantren berada dalam gelombang besar — dibuli, dicaci, bahkan dipelintir. Kita tidak boleh diam, tidak boleh hanyut, apalagi ikut menyerang pesantren. Padahal, pesantrenlah yang menjaga akidah dan mencerdaskan anak bangsa dari hati dan akalnya,” ujarnya penuh penekanan.
Tahun ini, PCNU Pamekasan menjadikan momentum Hari Santri sebagai gerakan moral dan kultural untuk meneguhkan kembali peran santri. Bukan hanya sebagai penjaga ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah, tapi juga sebagai benteng keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bagi KH. Muchlis, santri hari ini harus mampu menjadi penerus perjuangan ulama terdahulu tangguh di medan spiritual, cerdas di dunia digital, dan tetap teguh menjaga nilai kebangsaan.
“Launching Hari Santri ini bukan sekadar seremoni. Ini adalah seruan kebangkitan, agar santri tidak hanya membaca kitab, tapi juga membaca zaman,” tuturnya. (nol/mad)